Rasanya sudah lama kita tak tersentak dengan dentuman bas dan drum yang hiperkinetik,juga raungan gitar elektrik yang berpadu dengan lengkingan penyanyi rock sejati. Tapi kerinduan semacam itu seolah pupus dengan pemunculan Gribs.
Setidaknya membuat kita seolah terlontar ke era 80-an,di saat band band seperti Van Halen,Alcatrazz,Skid Row,Quiet Riot,Giuffria,Dokken,Motley Crue,Guns N’Roses hingga Bon Jovi tengah merengkuh kejayaan.Atau setidaknya di Indonesia di era yang sama tengah juga tengah berkibar grup grup rock seperti Grass Rock,Kaisar,Andromeda,Rolland, El Pamas,Roxx hingga EdanE..
Dan jika menyimak album debut Gribs yang berisikan 13 lagu ini rasanya siapapun yang menyimak pastilah mahfum bahwa Gribs tak syak lagi merupakan band yang ingin menyatukan kembali serpihan serpihan gaung rock era 80-an yang saat itu menyeruak dengan terminologi seperti hair band maupun glam-rock.
Gribs memang menoreh jati dirinya sesuai dengan gaya rambut keempat personilnya.Ada yang gondrong dan ada yang kribo.Nama Grib mulai mereka sandang secara resmi pada 13 Mei 2008.Namun sebetulnya kuartet rock ini justeru telah berikhtiar menegakkan band ini sejak tahun 2005.
Terdiri atas Rezanov (vokal),Dion Blues (gitar),Arief Tri Satya (bass) dan Rashta (drum).Keempat bersahabat dan memiliki ikatan persaudaraan ini memang menggandrungi genre musik rock terutama kekaguman mereka terhadap band band rock yang mengandalkan kepiawaian bermain musik.
Jadi tak heran bila Rezanov menyebut sosok Robert Plant,Sebastian Bach,Minoru Nihara,Bon Scott serta Achmad Albar,sebagai deretan penyanyi yang mempengaruhi dan membentuk karakter vokalnya yang liar,melengking dan mempesona.
Adapun gitaris Dion Blues malah mengaku mengagumi gitaris John Frusciante dari Red Hot Chili Peppers dan Paul Gilbert dari Mr Big .
Pencabik bas Arief mengidolakan bassist legendaris Led Zeppelin, John Paul Jones,Sting,Phil Lynott (ex-Thin Lizzy),Geddy Lee (bassist Rush) dan bassist jazz rock Jeff Berlin.
Lalu drummer Rashta mengaku tersihir oleh permainan drum John Bonham (Led Zeppelin),Tommy Lee (Motley Crue) dan Mike Portnoy (Dream Theater).
Dari sederet pemusik yang menjadi bayang pengaruh Gribs dalam bermusik,sebetulnya secara sederhana kita telah bisa mereka-reka seperti apa warna musik yang dijejalkan oleh kelompok Gribs ini yang telah tampil dalam beberapa pentas rock seperti “Jakarta Rock Parade” (2008) maupun “Java Rockin’ Land” (2009)
Selain menampilkan kualitas rock yang mumpuni,musik Gribs pun menjadi setara dengan pola penulisan lirik dengan tema tema yang beragam.
Mulai dari persoalan lingkungan yang kian kritis , romansa maupun yang berbau kritik sosial.Terlihat jelas bahwa Gribs memiliki perhatian lebih pula terhadap kekuatan lirik.Bahwa bagi Gribs sendiri ,divisi lirik sebetulnya bukanlah sekedar penempelan deretan kata tanpa asumsi pada notasi musikal.Melainkan justeru menjadi semacam kesatuan yang bersenyawa.yang tak bisa dipisahkan.Sebuah simbiose mutualisme nan padu.
Akhirnya mari kita sambut getar musik Gribs yang gegap gempita dan menghentak pelataran industri musik Indonesia .
Rock on !
Ketika
Gribs Lyrics
Jump to: Overall Meaning ↴ Line by Line Meaning ↴
Semerbakkan wanginya ke langit
Tersinari matahari setelah
Tertidur dalam kekosongan.yeah.
Ketika mahkotanya berguguran
Dan tak satupun yg memahami
Terlupakan di tengah keramaian
Tak ada harapan tuk tumbuh kembali
Semerbakkan wanginya ke langit
Tersinari matahari setelah
Tertidur dalam kekosongan
Ketika mahkotanya berguguran
Dan tak satupun yang memahami
Terlupakan di tengah keramaian
Tak ada harapan tuk tumbuh kembali
(Interlude)
(Saat malam ku sendiri)
Terduduk di sini.merenungkan yang pernah terjadi
(Saat malam ku sendiri)
Terduduk di sini.merenungkan yang pernah terjadi
Yeah.yeah.yeah.
The lyrics of GRIBS's song Ketika speak about the fleeting nature of beauty and how even the most beautiful things can wither away and be forgotten. The song describes the moment when a rose starts to bloom and release its fragrance into the air, becoming a beautiful sight that is admired by all. However, as time passes, the rose sheds its petals and its crown falls off, leaving it forgotten amongst the crowd. The song suggests that no one understands the beauty of the rose and that there is no hope for it to bloom again.
The phrase "Tertidur dalam kekosongan" or "sleeping in emptiness" is a metaphor that highlights how even the most beautiful things can become lost and insignificant over time. The repetition of the verse and chorus emphasizes the idea that beauty is fleeting and can easily be forgotten. The interlude provides a moment of contemplation as the singer reflects on what has happened and what has been lost. The phrase "Saat malam ku sendiri" or "when I am alone at night" adds a personal touch, suggesting that the singer has experienced the same loss and is now pondering over it.
Line by Line Meaning
Ketika mawar mulai merekah
As the rose starts to bloom
Semerbakkan wanginya ke langit
Its fragrance fills the air
Tersinari matahari setelah
Shining brightly in the sun
Tertidur dalam kekosongan.yeah.
But dormant in emptiness
Ketika mahkotanya berguguran
As its petals fall apart
Dan tak satupun yg memahami
Nobody understands its pain
Terlupakan di tengah keramaian
Forgotten in the midst of crowds
Tak ada harapan tuk tumbuh kembali
With no hope of growing again
Saat malam ku sendiri
When I am alone at night
Terduduk di sini.merenungkan yang pernah terjadi
I sit and ponder on the past
Yeah.yeah.yeah.
Yeah, yeah, yeah
Contributed by Tyler I. Suggest a correction in the comments below.