Agus Hadi Sudjiwo (lahir lahir di Jember, Jawa Timur, 31 Agustus 1962) yang… Read Full Bio ↴Agus Hadi Sudjiwo (lahir lahir di Jember, Jawa Timur, 31 Agustus 1962) yang lebih dikenal dengan nama Sujiwo Tejo dikenal sebagai seorang dalang, yang juga seorang penulis, pelukis, pemusik dan bahkan disebut seorang budayawan. Karya dan pentasnya mengajak kita untuk mengenang masa depan karena masa depan kita ada di belakang, ada pada akar budaya Indonesia yang dibanggakannya. Keinginannya mengangkat akar budaya Indonesia menghasilkan kepeduliannya yang tinggi agar kesenian Indonesia merujuk pada akar budaya tapi diolah dengan metabolisme kreatif sehingga tidak menjadi kuno. Dalam metabolism itu tetap dicerna seluruh hal yang datang dari luar. Dengan pendekatan ini, Indonesia akan dikenali juga sebagai negara yang memiliki seni dan budaya yang modern.

Pada tahun 1999, Sujiwo Tejo mulai dikenal masyarakat sebagai penyanyi (selain sebagai dalang) berkat lagu-lagunya dalam album Pada Suatu Ketika. Video klip "Pada Suatu Ketika" meraih penghargaan video klip terbaik pada Grand Final Video Musik Indonesia 1999, dan video klip lainnya merupakan nominator video klip terbaik untuk Grand Final Video Musik Indonesia tahun 2000. Kemudian diikuti abum berikutnya yaitu Pada Sebuah Ranjang (2001), Syair Dunia Maya (2005), dan Yaiyo (2007).

prologue
Sujiwo Tejo Lyrics

Jump to: Overall Meaning ↴ Line by Line Meaning ↴

Gugur bulan, gugur ke samudra.
Gugur cinta, ke lautan rindu.
Gugur bunga, gugurkan jumawa.
Hayucucur, ssungkawa
Tabikku Rahwana
Taburku melati
Tabikku Rahwana
Tabur cinta mati

Overall Meaning

The lyrics of Sujiwo Tejo's Prologue evoke images of loss, grief, and longing. The phrase "gugur bulan, gugur ke samudra" can be interpreted as the falling of the moon into the ocean, representing a sense of loss and letting go. "Gugur cinta, ke lautan rindu" similarly describes how love falls into the sea of longing. The line "gugur bunga, gugurkan jumawa" can be understood as flowers falling, perhaps referencing the fragility and fleetingness of life. The refrain "tabikku Rahwana, taburku melati" is a gesture of respect and offering to Rahwana, a character in the Hindu epic Ramayana who is often depicted as a tragic figure. The final line, "tabikku Rahwana, tabur cinta mati" reinforces the theme of loss and death, with love itself being offered as tribute.

Overall, the lyrics of Prologue can be seen as a meditation on the impermanence of life and the inevitability of loss. The use of imagery drawn from nature and myth adds a layer of depth and symbolism to the song's themes. The repetition of the refrain creates a sense of ritual or ceremony, further reinforcing the sense of respect and homage being paid.

Line by Line Meaning

Gugur bulan, gugur ke samudra.
The falling moon is cast into the ocean.

Gugur cinta, ke lautan rindu.
Love falls into the ocean of longing.

Gugur bunga, gugurkan jumawa.
The falling flowers cast down their vanity.

Hayucucur, ssungkawa
The sound of mourning and lamentation echoes.

Tabikku Rahwana
I bow to Rahwana.

Taburku melati
I scatter jasmine flowers.

Tabikku Rahwana
I bow to Rahwana.

Tabur cinta mati
I scatter love unto death.

Contributed by Natalie W. Suggest a correction in the comments below.

To comment on or correct specific content, highlight it

TRACKS