Dialog Dini Hari
Dialog Dini Hari, the most respectable introspective folk group in Bali—have lately become relatively well known across metropolitan Indonesia—have just released their brand new album, Lengkung Langit, a few weeks ago. Consisting of four songs, the record is in vinyl format and limited: only 300 pieces have been pressed.
Their debut album, Beranda Taman Hati, distributed in 2008 and received warm responses, The second one, , Album #2, released in 2010, has made their reputation as the ballad masters, even stronger. Read Full BioDialog Dini Hari, the most respectable introspective folk group in Bali—have lately become relatively well known across metropolitan Indonesia—have just released their brand new album, Lengkung Langit, a few weeks ago. Consisting of four songs, the record is in vinyl format and limited: only 300 pieces have been pressed.
Their debut album, Beranda Taman Hati, distributed in 2008 and received warm responses, The second one, , Album #2, released in 2010, has made their reputation as the ballad masters, even stronger. Then, with the latest recording, Dialog Dini Hari invited brilliant musicians to work together, including Kartika Jahja (vocal), Riza Arshad (accordion), Angelo Berardi (violin) and Windu Estianto (piano). This year 2013, they are in the preparing phase the court album.
www.dialogdinihari.com
https://www.facebook.com/dialogdinihariband
https://soundcloud.com/dialogdinihari
https://twitter.com/dialogdinihari
https://instagram.com/dialogdinihari
Their debut album, Beranda Taman Hati, distributed in 2008 and received warm responses, The second one, , Album #2, released in 2010, has made their reputation as the ballad masters, even stronger. Read Full BioDialog Dini Hari, the most respectable introspective folk group in Bali—have lately become relatively well known across metropolitan Indonesia—have just released their brand new album, Lengkung Langit, a few weeks ago. Consisting of four songs, the record is in vinyl format and limited: only 300 pieces have been pressed.
Their debut album, Beranda Taman Hati, distributed in 2008 and received warm responses, The second one, , Album #2, released in 2010, has made their reputation as the ballad masters, even stronger. Then, with the latest recording, Dialog Dini Hari invited brilliant musicians to work together, including Kartika Jahja (vocal), Riza Arshad (accordion), Angelo Berardi (violin) and Windu Estianto (piano). This year 2013, they are in the preparing phase the court album.
www.dialogdinihari.com
https://www.facebook.com/dialogdinihariband
https://soundcloud.com/dialogdinihari
https://twitter.com/dialogdinihari
https://instagram.com/dialogdinihari
More Genres
No Artists Found
More Artists
Load All
No Albums Found
More Albums
Load All
No Tracks Found
Genre not found
Artist not found
Album not found
Search results not found
Song not found
Tentang Rumahku
Dialog Dini Hari Lyrics
Tentang rumahku
Di ujung bukit karang yang berbatu
Beranda rumahku
Tumbuh-tumbuhan liar tak tahu malu
Hm hm
Tentang rumahku
Berbagai macam musim telah kurengkuh
Jadi saksi bisu
Cerita mimpi indah di masa lalu
Yang terlahir
Dari sebuah gerbang waktu
Yang menjadi
Tembok kokoh mengitari rumahku
Adakah yang lebih indah dari semua ini
Rumah mungil dan cerita cinta yang megah
Bermandi cahaya di padang bintang
Aku bahagia
Tentang rumahku
Takkan goyah walau badai mengamuk
Seperti pohon jati
Akarnya tertancap di poros bumi
Sewindu merindu
Kembali pulang dengan sebongkah haru
Senyum menyambut
Bagai rindu kumbang pada bunga di taman
Adakah yang lebih indah dari semua ini
Rumah mungil dan cerita cinta yang megah
Bermandi cahaya di padang bintang
Aku bahagia
Aku bahagia
Cucuru
Cucuru
Lyrics © O/B/O APRA AMCOS
Lyrics Licensed & Provided by LyricFind
To comment on specific lyrics, highlight them
Dionysius Damas Pradiptya
Lagu ini akan selalu nempel di hidup gue, lagu metafora memori tentang rumah masa kecil gue.
Ini adalah cerita nyata yang gue alamin sendiri:
Suatu pagi di awal triwulan terakhir tahun 2015, hari-hari terakhir di rumah masa kecil itu terasa sangat nyesek.
Hari itu adalah hari terakhir gue menempati rumah itu, setelah puluhan tahun keluarga gue hidup disitu. Kecuali kasur dan pesawat Teve, semua udah terangkut ke rumah baru nun jauh di timur sana. Sambil menerawang pelosok, tiap sudut, dan pojok-pojok rumah, gue berusaha menghapal letak-letak benda penghuni rumah yang selama puluhan tahun menghiasi dinamika keluarga gue. Bahkan letak pigura foto di tembok gue coba apalin, susunannya, isi piguranya, dan paku yang tersisa di tembok. Bekas goresan mebel dan kulkas di lantai yang menandai letaknya sebelum diangkut ke mobil bak. Letak Rak buku dan meja belajar/kerja gue hingga seluruh isi ruang makan.
Gue memaksa untuk tidur disitu sampai hari terakhir gue boleh tinggal disitu, meskipun isi rumah dan keluarga yang lain udah beberes rumah baru tapi gue coba untuk menikmati detik-detik terakhirnya. Diantara sejuta alasan kenapa orang harus pindah rumah, alasan kenapa keluarga gue memutuskan pindah ini bukanlah alasan yang paling menyenangkan bagi gue. Karena di rumah ini gue hidup besar, mendewasa, membangun mimpi, mencipta memori, & melihat betapa getirnya kehidupan berputar.
Sebelum gue beranjak melangkahkan kaki keluar dari rumah itu untuk terakhir kalinya untuk berangkat kerja, gue memutuskan untuk menyalakan teve untuk sekedar melihat berita dan menyalakan sebatang rokok terakhir. Keputusan yang sampe sekarang membuat gue percaya ga ada yang namanya kebetulan. Keputusan yang membuat gue selalu ingat gue punya memori rumah masa kecil yang bahagia, yang luar biasa, yang akan selalu gue bisa ceritakan terus ke orang-orang dan kalau mungkin ke anak cucu gue.
Karena seketika gambar dan suara di teve makin jelas, pas banget Dialog Dini Hari memulai intro lagu ini secara LIVE di acara NET pagi. Untuk pertama kalinya gue mendengar lagu ini di rumah itu, tetapi juga untuk yang terakhir kalinya juga gue mendengarkan lagu ini di rumah mungil itu.
Dan meskipun pada akhirnya gue masih bergelut dengan perasaan berkecamuk untuk keluar dari rumah itu, begitu lagu itu selesai, gue langsung matikan teve dan seluruh listrik rumah, gue kunci rumah itu sembari gue kunci pula kenangan akan rumah masa kecil gue. Mungkin ga akan ada yang tersisa lagi di rumah itu, tapi gue masih menyisakan ruang untuk kenangan rumah mungil dan cerita cinta yang megah.
Khalfisri Rifki Dewana
Tentang rumahku
Di ujung bukit karang yang berbatu
Beranda rumahku
Tumbuh-tumbuhan liar tak tahu malu
Tentang rumahku
Berbagai macam musim telah kurengkuh
Jadi saksi bisu
Cerita mimpi indah di masa lalu
Yang terlahir dari sebuah gerbang waktu
Yang menjadi tembok kokoh mengitari rumahku
Adakah yang lebih indah dari semua ini
Rumah mungil dan cerita cinta yang megah
Bermandi cahaya di padang bintang
Aku bahagia
Tentang rumahku
Takkan goyah walau badai mengamuk
Seperti pohon jati, akarnya tertancap
Di poros bumi
Sewindu merindu
Kembali pulang dengan sebongkah haru
Senyum menyambut
Bagai rindu kumbang pada bunga di taman
Dionysius Damas Pradiptya
Lagu ini akan selalu nempel di hidup gue, lagu metafora memori tentang rumah masa kecil gue.
Ini adalah cerita nyata yang gue alamin sendiri:
Suatu pagi di awal triwulan terakhir tahun 2015, hari-hari terakhir di rumah masa kecil itu terasa sangat nyesek.
Hari itu adalah hari terakhir gue menempati rumah itu, setelah puluhan tahun keluarga gue hidup disitu. Kecuali kasur dan pesawat Teve, semua udah terangkut ke rumah baru nun jauh di timur sana. Sambil menerawang pelosok, tiap sudut, dan pojok-pojok rumah, gue berusaha menghapal letak-letak benda penghuni rumah yang selama puluhan tahun menghiasi dinamika keluarga gue. Bahkan letak pigura foto di tembok gue coba apalin, susunannya, isi piguranya, dan paku yang tersisa di tembok. Bekas goresan mebel dan kulkas di lantai yang menandai letaknya sebelum diangkut ke mobil bak. Letak Rak buku dan meja belajar/kerja gue hingga seluruh isi ruang makan.
Gue memaksa untuk tidur disitu sampai hari terakhir gue boleh tinggal disitu, meskipun isi rumah dan keluarga yang lain udah beberes rumah baru tapi gue coba untuk menikmati detik-detik terakhirnya. Diantara sejuta alasan kenapa orang harus pindah rumah, alasan kenapa keluarga gue memutuskan pindah ini bukanlah alasan yang paling menyenangkan bagi gue. Karena di rumah ini gue hidup besar, mendewasa, membangun mimpi, mencipta memori, & melihat betapa getirnya kehidupan berputar.
Sebelum gue beranjak melangkahkan kaki keluar dari rumah itu untuk terakhir kalinya untuk berangkat kerja, gue memutuskan untuk menyalakan teve untuk sekedar melihat berita dan menyalakan sebatang rokok terakhir. Keputusan yang sampe sekarang membuat gue percaya ga ada yang namanya kebetulan. Keputusan yang membuat gue selalu ingat gue punya memori rumah masa kecil yang bahagia, yang luar biasa, yang akan selalu gue bisa ceritakan terus ke orang-orang dan kalau mungkin ke anak cucu gue.
Karena seketika gambar dan suara di teve makin jelas, pas banget Dialog Dini Hari memulai intro lagu ini secara LIVE di acara NET pagi. Untuk pertama kalinya gue mendengar lagu ini di rumah itu, tetapi juga untuk yang terakhir kalinya juga gue mendengarkan lagu ini di rumah mungil itu.
Dan meskipun pada akhirnya gue masih bergelut dengan perasaan berkecamuk untuk keluar dari rumah itu, begitu lagu itu selesai, gue langsung matikan teve dan seluruh listrik rumah, gue kunci rumah itu sembari gue kunci pula kenangan akan rumah masa kecil gue. Mungkin ga akan ada yang tersisa lagi di rumah itu, tapi gue masih menyisakan ruang untuk kenangan rumah mungil dan cerita cinta yang megah.
The Prila Project
keren narasimu bro, saya juga ngalamin kenangan seperti ini. walaupun hanya kamar kos, tapi banyak kenangan dan hal2 yang tak pernah terlupakan, beberapa lirik lagu tercipta di kamar kos saya ini, apa daya Pandemi melanda dgn berat hati harus selesai kos dan pulang ke kampung halaman.
Sunshine Cooky
Makasih udah berbagi cerita sama gue😭
Agoy Fads
mantab bro, semoga lu bisa balik lagi ke rumah itu
senda gurau
Ceritanya mengena di hati :)
joko wicaksono
Dionysius Damas Pradiptya terima kasih siap otak atik dan lanjutkan
Pemuda Revolusioner
karya seni yang bagus itu gak akan laku, tapi akan di cintai...
sajak sajaknya menari menari di pikiran pendengarnya...
Titus Pramusanta
SETUJU 🥰🥰🥰
Saipul Anam
Nice words
Tri Aditya
saya sependapat boss,,